Tiba-tiba Banget Aku Jadi Pasien Dokter Spesialis Jiwa

         

        Zaman sekarang topik kesehatan mental atau mental health cukup marak dan menarik bagi berbagai kalangan, terutama bagi kalangan muda dan remaja. Namun, bagi beberapa Generasi X (Generation X) juga Generasi Y (millenials) bilang dan menganggap bahwa, dikit-dikit dikaitin ke mental health ini membuat generasi yg lebih muda menjadi rapuh, mudah retak, dan lembek, sehingga muncullah sebutan generasi stroberi (strawberry generation). Istilah itu digunakan untuk menggambarkan kelompok orang atau generasi yang lahir tahun 1980-an hingga 1990-an. Meski demikian, itu tidak dapat berlaku untuk semua orang. Karena setiap orang pastinya memiliki keunikan dan kekuatan mental yang berbeda-beda, tidak peduli apapun generasi mereka.

        Aku tidak tahu apakah layak atau tidak menulis tentang mental health atau kesehatan mental, namun di sini aku cuma berbagi cerita secara subjektif saja, tentang mengapa aku merasa perlu berbagi tulisan di sini, dan tentang mengapa aku tiba-tiba menjadi pasien dokter spesialis kejiwaan, padahal di sisi lain aku tetap terlihat seperti orang normal pada umumnya, tetap bekerja dan beraktivitas sehari-hari biasa.

Awal mula diagnosis

Hal pertama yang ingin aku sampaikan di sini adalah bahwa aku tidak self diagnosis atau mendiagnosis diriku sendiri. Aku tidak menyimpulkan bahwa aku mengalami gangguan kejiwaan tanpa amanesis dari dokter yang berkompeten. Karena itulah yang membuatku yakin bahwa aku benar-benar perlu periksa.

Pada mulanya juga aku memang merasakan indikasi tidak baik-baik saja dalam hal fisik maupun mental, aku merasa butuh untuk datang ke psikolog. Aku bertanya kepada beberapa teman untuk meminta rekomendasi psikolog, untuk berkonsultasi. Namun, beberapa dari mereka menyarankanku untuk datang saja ke Puskesmas terdekat, kata mereka, di beberapa Puskesmas biasanya ada fasilitas psikolog. 

Ternyata, di Puskesmas yang kudatangi tidak ada psikolog, maka aku diarahkan untuk layanan konsultasi di dokter umum. Lalu, dokter melakukan amanesis, untuk kemudian mendiagnosis bahwa aku mengalami gangguan kejiwaan Mixed Anxiety Depressive Disorder (MADD) atau gejala cemas dan depresi campuran. Juga memberi tahu aku bahwa berbagai sakit fisik yang kurasakan boleh jadi disebut gejala psikosomatis. Itulah yang membuatku perlu untuk datang ke psikolog karena aku merasa semua itu sudah cukup mengganggu aktivitas keseharianku. 

Menjadi pasien dokter spesialis kejiwaan

Bermula dari rujukan yang diberikan oleh Puskesmas, aku kemudian menjadi pasien Poli Jiwa di salah satu Rumah Sakit. Aku datang sendirian, masuk Poli Jiwa dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Suhu ruangan lumayan dingin, aku bertemu dokter yang didampingi oleh satu perawat. Seorang dokter perempuan langsung menyapaku, mempersilakanku untuk duduk.

Aku sudah tidak ingat bagaimana gestur seluruh tubuhku pada saat itu, namun aku masih ingat yang kurasakan pada saat itu. Rasa cemas dan tidak tenang, aku juga hanya bisa menunduk, ketika dokter bertanya, "gimana mbak? ada yang bisa kami bantu?", aku tidak bisa langsung menjawab, aku masih diam dengan rasa berkecamuk di dada dan bercampur dengan rasa cemas. Seketika aku menangis. Benar-benar hanya bisa terisak menangis.

Tiba-tiba tanganku gemetar, dada mulai terasa sesak, perut mulai merasa tidak nyaman. Aku mual, aku muntah di ruangan itu, beruntung ada wastafel. Setelah aku muntah, dokter membiarkanku melanjutkan menangis, tidak menanyai lebih lanjut, ruangan yang lumayan dingin itu hanya ada suara tangisku. Setelah aku berupaya menenangkan diri, dokter memberiku air minum, sedikit membuatku merasa lebih lega.

Aku lalu bercerita tentang yang kurasakan, masih dengan menangis tentunya, dan juga perasaan tidak tenang. Dokter atau boleh juga disebut psikiater mendengarkanku dengan tenang, dan sesekali bertanya untuk mengamanesis yang berkaitan dengan diagnosisku oleh dokter yang merujukku dari Puskesmas. Dokter memberi resep obat untukku, tidak sampai satu jam aku sudah keluar dari ruangan yang lumayan dingin itu. Sekitar dua pekan kemudian aku diminta untuk kontrol. Sudah sekitar 3 bulan aku terapi obat dan kontrol rutin setiap dua pekan sekali sejak awal bulan Desember 2024 hingga akhir bulan Februari 2025.

Berbagai gejala yang kurasakan

Hal yang perlu aku sampaikan lebih dulu adalah bahwa aku bekerja sebagai pelayan publik di salah satu instansi pemerintahan. Dengan berbagai gejala yang kurasakan ini aku merasa menjadi kurang maksimal dalam hal melayani atau bekerja. Aku sering sakit. Tubuhku sering merasa tidak nyaman. Aku merasa gejala yang kurasakan mengganggu pekerjaanku.

Sering merasa tiba-tiba sedih, tanpa tahu apa sebabnya, tiba-tiba menangis, tiba-tiba tangan gemetar, merasa deg-degan, dada berdebar, keringat dingin di telapak tangan, tiba-tiba perut sakit, dan kalau sakit perut benar-benar sampai bungkuk, jangankan berjalan, duduk jejeg saja aku tidak bisa. Sering merasa tiba-tiba tidak nyaman suasana hatiku, lalu tiba-tiba perut sakit, merasa mual, jadi muntah, dan berbagai sensasi rasa sakit lainnya, dan semua itu datangnya tidak terduga sama sekali. Maka, aku harus menyingkir sejenak jika merasakan gejala dan sensasi rasa sakit itu, baru setelah reda dan nyaman lalu aku melanjutkan bekerja kembali. Kalau parah dan merasa sangat lemas, aku terpaksa harus mengajukan permohonan cuti, tidak bisa berangkat bekerja. Cukup sering juga aku terbangun dari tidurku saat sudah larut malam, dengan perasaan yang sulit dijelaskan, semacam perasaan aneh, hampa, kosong. Tubuhku berkeringat, aku berganti pakaian, itu pun tetap kesulitan untuk melanjutkan tidur kembali.

Aku tidak benar-benar baik-baik saja, itulah yang kusimpulkan. Berbagai sensasi rasa sakit itu sangat mengganggu keseharianku. Dan ternyata aku mengalami gangguan kejiwaan. Aku merasa lebih baik setelah terapi obat selama beberapa bulan. Keputusanku untuk datang ke Rumah Sakit rujukan dan kontrol rutin membuatku merasa perlahan membaik.

        Untuk penjelasan lebih detail tentang Mixed Anxiety Depressive Disorder (MADD) atau gejala cemas dan depresi campuran, bila penasaran kalian bisa cari tahu lebih lanjut di berbagai platform lainnya. Di sini aku tidak bisa menjelaskan banyak tentang gangguan kejiwaan tersebut. Aku hanya berbagi cerita soal sedikit pengalaman hidupku secara subjektif. Dengan harapan, bila teman-teman merasakan hal yang sama denganku, atau benar-benar merasa tidak baik-baik saja, jangan ragu untuk mencari pertolongan. 

        Entah di manapun kalian berada, entah kalian laki-laki atau perempuan, entah apapun profesi kalian, kaya atau miskin, sudah menikah ataupun belum menikah, tua maupun muda, bekerja maupun menganggur, semua orang berkemungkinan dapat mengalami gangguan kejiwaan. Mungkin, ada banyak orang yang terlihat baik-baik saja namun sesungguhnya tidak sungguh-sungguh baik-baik saja. Bila benar-benar butuh, jangan malu berkonsultasi, jangan ragu untuk periksa, jangan berputus asa. Meskipun mungkin juga aku boleh dikata rapuh, baperan, lembek, lemah, tidak apa-apa. Keberanian untuk periksa, berobat, meminta pertolongan orang yang berkompeten, kemauan untuk sembuh dan sehat fisik maupun mental adalah hal yang keren bagiku, dan tentunya aku sangat mengapresiasi diriku. Aku harap kita semua bisa aware (peduli) pada orang-orang di sekitar kita, peduli pada kesehatan fisik dan kesehatan mental. Maka semoga juga kita semua bisa menyelesaikan perjalanan kehidupan di bumi ini dengan baik.

(fa.)



        

        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paradoks Pernikahan dan Status Sosial

3 Tahap Pertama Untuk Menjadi Penganut Filsafat Stoikisme (Stoic)