7 Hal Yang Aku Lepaskan Untuk Hidup Lebih Sederhana dan Tenang

        

        Banyak di antara kita yang hidup berpacu selaras dengan dunia modern, dengan segala perkembangan teknologi yang tentunya semakin canggih, dengan segala tren yang sering berubah, dan dengan berbagai macam ambisi. Namun, di sisi lain ada juga sebagian dari kita yang berpikir bahwa tidak apa-apa jika kita memilih untuk tidak berpacu selaras dengan dunia modern, tidak apa-apa jika hidup kita biasa-biasa saja di mata orang lain, tidak apa-apa jika kita lebih lambat, atau sedikit lebih melambat. Itu bukan berarti hidup kita tidak layak atau tidak menarik. 

        Bila kita memilih hidup lebih lambat, bukan berarti pula kita anti terhadap dunia modern. Ada sebagian dari kita yang memang memilih untuk tinggal dan hidup di pinggiran hutan, di daerah pedalaman, di pedesaan dan perkampungan, atau di tempat-tempat yang bukan keramaian. Sebagian dari kita juga tentu tetap menggunakan teknologi yang ada. Perbedaannya adalah, kita tidak sepenuhnya selalu bergantung dengan itu. Kita tetap bisa mendapatkan hidup tenang dan damai versi kita masing-masing. Ada beberapa hal yang aku lepaskan atau aku tinggalkan untuk hidup lebih sederhana dan tenang. Di sini aku akan berbagi hal-hal tersebut, yang mungkin kita sekalian bisa mencoba juga.

Mengikuti tren yang tidak esensial

Aku tidak memungkiri bahwa di antara berbagai tren yang bermunculan, ada juga tren yang bagus dan selaras dengan kita. Kalau bagi aku, tren gaya hidup minimalis itu bagus, maka aku tertarik untuk mempelajari dan menerapkan. Jadi, sebenarnya tren-tren tersebut juga diciptakan oleh sebagian dari kita. Lalu beberapa di antara kita mengikuti, dan semakin banyak yang mengikuti maka menjadi sebuah tren. Dan aku telah berhenti mengikuti tren-tren yang tidak esensial dan tidak cocok untuk diriku. 

Menyalakan semua notifikasi

Hidup di era digitalisasi membuat kita saat ini juga cukup sering membuka gawai/handphone kita. Beberapa mungkin ada yang berkaitan dengan pekerjaan dan kebutuhan, lalu sisanya hiburan dan hal-hal yang sebenarnya mungkin tidak begitu penting bagi kita. Aku cukup sering berselancar di sosial media, tetapi aku tidak menyalakan notifikasinya. Kecuali platform yang sering aku pakai untuk komunikasi urusan penting, seperti pekerjaan, organisasi, maupun keluarga, karena itu semua berkaitan dengan tangggung jawab. Tidak menyalakan notifikasi cukup berperan untuk mengurangi distraksi.

Belanja tanpa rencana

Aku adalah orang yang impulsif-buying. Aku pernah berada di fase sangat boros dalam membelanjakan uang. Aku sering membeli segala sesuatu yang sebenarnya sudah aku punya dan cukup. Namun, sekarang tidak lagi aku membeli hal-hal yang memang sebenarnya tidak perlu aku beli. Aku telah belajar untuk cukup membeli hal-hal yang aku butuhkan saja dan sesuai rencana. Bukan berarti aku pelit terhadap diri sendiri. Namun aku menyadari bahwa belanja tanpa rencana ini sangat tidak bagus untuk finansialku ke depan. Aku terkadang juga memenuhi keinginanku, tetapi bukan keinginan yang impulsif, ya. Jadi, belanja untuk memenuhi keinginan tentu boleh saja, menyesuaikan dengan keadaan kita masing-masing. Tidak lagi belanja tanpa rencana membuat kondisi finansialku menjadi lebih baik.

Mengikuti berita secara terus-menerus

Begitu mudahnya kita mendapatkan informasi dan berita di era digital sekarang ini. Hal itu bisa saja membuat kita over-consume terhadap berita-berita yang berdampak kurang baik untuk kita, karena bagaimanapun juga berita-berita tersebut dapat mempengaruhi emosi kita. Maka aku memilah informasi dan berita yang aku baca. Meskipun akhir-akhir ini aku juga merasa bahwa aku telah over-consume berita mengenai Palestina. Tapi aku kira ini tidak apa-apa karena demi kemanusiaan. Aku cukup perhatian dan mengikuti perkembangan berita mengenai Palestina, dan itu memang melelahkan, juga mempengaruhi emosi. Untuk berita-berita lainnya aku cukup membatasi dan memilah.

Memposting segala sesuatu di sosial media

Masih berkaitan dengan era digitalisasi saat ini, sosial media bagi sebagian orang bisa jadi adalah sebagai media untuk mencari nafkah, sebagai media informasi, sebagai media untuk mengekspresikan diri, namun bagi sebagian yang lain adalah sebagai media hiburan. Media sosial dengan segala peruntukannya tentu disesuaikan dengan masing-masing dari kita. Terus terang saja aku pernah berada di fase memposting segala sesuatu di sosial media dan akhirnya menjadi over-sharing. Dan itu ternyata berdampak tidak bagus untuk diriku sendiri. Setelah aku menerapkan gaya hidup minimalis, mulai tertarik dengan filsafat stoikisme, tertarik hidup sederhana dan slow living, akhirnya aku mulai memilah hal-hal yang tidak perlu aku posting di sosial media. 

Following atau subscribing yang sudah tidak selaras atau tidak cocok

Ini juga masih berkaitan dengan era digitalisasi dan sosial media. Aku hanya ingin mengatakan bahwa, tidak apa-apa jikalau kita unfollow orang lain, dan tidak apa-apa juga jikalau kita un-subscribe channel atau media yang memang sudah tidak selaras bagi kita. Terkadang seiring waktu berjalan, tujuan kita tiba-tiba berbeda dari sebelumnya, kita juga bisa jadi mengalami berbagai perubahan sehingga minat kita juga bisa saja berubah. Jadi, tidak perlu ragu untuk hide, unfollow, atau unsubscribe.

Ingin selalu terlihat sempurna

Ada sebagian di antara kita orang-orang yang mempunyai karakter perfeksionis, atau ingin selalu terlihat sempurna di banyak hal. Namun aku rasa ini bukan karakter yang terlalu buruk juga. Aku bukan perfeksionis, aku justeru mengagumi orang-orang yang terlihat sempurna dan rasanya aku juga ingin terlihat sempurna seperti mereka. Hanya saja aku kini telah merasa tidak apa-apa bahwa aku tidak sempurna di segala hal, aku melepaskan keinginan itu. Mungkin aku bisa lebih memfokuskan untuk terlihat wajar, layak dan pantas. Sepertinya itu lebih nyaman bagi aku. 

        Itulah beberapa hal yang telah aku lepaskan atau aku tinggalkan, untuk hidup lebih sederhana, hidup berkesadaran, dan hidup lebih tenang. Sebenarnya, masih ada hal-hal lain yang ingin aku lepaskan dan ingin aku tinggalkan namun aku masih belum bisa, seperti multi-tasking dan over-thingking, serta beberapa hal lainnya. Tetapi aku memahami bahwa beberapa hal itu memang tidak mudah dilepaskan, mungkin butuh proses, butuh berupaya lebih, dan butuh bersabar.

        Bicara mengenai hidup sederhana dan tenang, sebenarnya tidak selalu hanya orang-orang yang tinggal di pedalaman atau pinggiran kota atau pedesaan dan perkampungan saja yang merasakannya. Siapapun bisa saja hidup sederhana dan tenang, terlepas di mana pun kita tinggal. Meskipun semua di antara kita tentu mempunyai permasalahan masing-masing. Namun, di sini aku hanya ingin mengatakan bahwa hidup sederhana dan tenang adalah sebuah pilihan. Hidup berpacu selaras dengan perkembangan dunia modern juga sebuah pilihan. Kedua hal yang berbeda itu tentu sama-sama ada hal-hal yang memang harus dilepaskan.

(fa.)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenalan Sama Gaya Hidup Minimalis

Menjadi Penganut Filsafat Stoikisme

Menemukan Kenyamanan Dengan Diri Sendiri, Bukan Berarti Kesepian