Kelangan Mangkok Mie Ayam

Dari zaman dulu hingga zaman sekarang
Dari tradisional hingga zaman maju
Kita semua tetap butuh pasar.
Ada pasar baju, ada pasar hewan
Ada pasar sayur, ada pasar motor
Semuanya komplit, lengkap sebab dibutuhkan.
Beberapa penjual masuk menyiapkan dagangannya.

C : "Kang, sekarang bensin naik ya, kang?"
B : "Iya. Sekarang semuanya naik."
C : "Betul. Semuanya naik. Cabe naik, tomat naik. Minyak goreng naik. Semuanya ikut naik."
B : "Beneer. Banyak yg ikut naik, tapi ada yang gak ikut naik.
C : "Apa? Penghasilan saya gak ikut naik. Gak berani ambil laba banyak, takut nggak ada yang beli."
B : "Emm, beneer juga, ada lagi yang gak naik.
C : "Apa, Kang?"
B : "Harga dirimu." (tertawa bercanda)
C : "Ngawur. Ada lagi yang gak ikut naik?"
B : "Apa lagi, Kang C?"
C : "Anakku juga gak naik kelas."
B : "Ya itu dasar anakmu goblok." ( beneran tertawa meledek)
D : "Cilok…Cilok…."
B : "Jih…isuuuuk. Rung ngelih, aku tadi dah dimasakin bojoku."
C : "Moh."
D : "Cilok…Cilok...."
C : "Ora marai wareg."
B : "Gah."
D : "Cilok…Cilok...."
C+B : "Ora butuh!" (marah)
D : "Ya nggak perlu marah-marah to. Saya kan dagang, sama juga seperti kalian."
C : "Lha kamu yang membuat marah."
D : "Ya...maaf."
B : "Oh ya, Lek. Kamu tadi lewat rumahnya Yu Karti?"
D : "Lewat."
B : "Kamu mampir?"
D : "Tidak."
B : "Kok tidak? Kamu ditanyakan dia kemarin suruh bayar hutang."
D : "Wah, saya belum punya duit. Anak saya baru mau masuk kuliah."
C : "Kuliah di mana, Lek D?"
D : "Di kampus ternama."
C : "Lha dimana?"
D : "Universitas Gajah Mada."
B : "Terus Kapan mau bayarnya?"
D : "Apa?"
B : "Utangnya Yu Karti."
D : "Besok kalau dah ada duit."
C : "Jurusan apa, Lek?"
D : "Ekonomi."
C : "Kok nggak sekarang aja?"
D : "Belum ada duit."
C : "Ekonomi apa?"
D : "Eko…." (belum selesai bicara, dipotong oleh B)
B : "Lha Yu Karti juga butuh duit, lho, Kang."
D : "Iya, tapi saya itu…." (belum selesau bicara, dipotong oleh C)
C : "Eko apa, Lek?"
D : "Ekonomi pembaharuan."
B : "Kalau Yu Karti marah bagaimana?"
D : "Apa pedulimu? Bukan saya tidak mau bayar hutang, saya juga terus berusaha kumpulkan uang untuk bayar hutang." (ekspresi kesal dan agak marah)
C : "Pembaharuan yang bagaimana?"
(D belum semat menjawab)
B : "Saya itu dititipi pesen kok malah sampeyan nantang. Kapan bayarnya?"
D : "Kapan-kapan." 
C : "Pembaharuan yang bagaimana?"
D : "Ya pembaharuan…."
B : "Kok malah kapan-kapan?"
C : "Pembaharuan di bidang apa, Lek?"
D : "Di bidang…."
B : "Kapan bayarnya, Lek?"
D : "Bayar…."
C : "Bidang apa, Lek?"
D : "Bidang…."
B : "Kapan mau bayar?"
D : "Kapan-kapan, Kang B!"
C : "Bidang apa, Lek?"
D : "Stop! Urusan anakku urusanku. Urusan bayar hutang urusanku. Kalian tidak usah ikut campur dan banyak cingcong! Saya mau dagang sekarang! cukup!"
(D pergi, mendorong gerobak cepat-cepat meninggalkan B dan C)
B+C : "Lho kok marah?"
C      : "Aneh."
B      : "Iya, betul, aneh."
(B+C lalu menyiapkan dagangan)
Datang pedagang selanjutnya.
A : "Selamat pagi!"
B+C : "Selamat pagi."
A : "Ada apa, kok tadi saya dengar, sepertinya ada keributan?"
B : "Oh itu tukang cilok.
A : "Tukang cilok? Si D Tukino?
C : "Iya, si D Tukino."
A : "Oh si D Tukino yang rumahnya dekat Bengkel Las itu?"
B :" Iya. Dia itu tadi pagi marah waktu saya tanya tentang hutang."
A : "Oh, dia itu kalau hutang memang jarang dibayar."
C : "Iya po, Yu?"
A : "Iya dan sering membuat cerita rekayasa. Mana yang anaknya kuliah."
B+C : "Betul."
A : "Anaknya lagi butuh duit."
B+C : "Betul"
A : "Dia itu sering begitu."
B+C : "Oh yaaaa?"
A : "Iyaaa."
Tukang cilok tiba-tiba datang.
D : "Heh ada yang ngomongin saya?
A+B+C : "Tidak."
D : "Awas, gak usah ikut campur! Dasar banyak cingcong!"
A+B+C : (tertawa)
(mereka kembali ke pekerjaan masing-masing)
A : "Aduuuh! Mangkokku Ilang! Mangkokku Ilang!" (ribut)
B+C : "Ada apa, Yu?"
A : "Mangkok mie ayamku ilang!"
B+C : "Lha kok bisa?"
A : "Ya Bisa!"
B+C : "Kenapa bisa?"
A : "Aku tidak tahu."
B+C : "Kok tidak tahu?"
A : "Tidak tahu ya tidak tahu!"
B : "Berapa?"
A : 33
C : "Haaa..., bagaimana mungkin?"
B : "Memangnya kamu simpan di mana, Yu?"
C : "Jangan-jangan ketinggalan di rumahmu."
B : "Cari dulu di rumah, Yu."
C : "Iya, Yu, coba dicari di rumah. Siapa tahu ketinggalan, kan Yu A sudah tua, 77 tahun kan?"
A : Diam! Kalian membuat ribut! Membuat saya jadi tambah pusing, nggak bisa mikir, bludrek, gumyur, mumet, kram sirah. Harusnya kalian itu ikut membantu, bukan malah tanya-tanya. Gimana sih! Harusnya kalian itu nggak banyak omong. Aku ini bingung, pusing, kacau, harusnya…."
B+C : "Stop!"
C : "Bukan urusanku!"
B : "Iya. Juga bukan urusanku!"
A : "Ini pasti ulah kalian, kan!"
B : "Lho kok bisa?"
C : "Kok jadi kami yang disalahkan?"
B : "Jangan asal nuduh, Yu."
C : "Iya, diingat-ingat dulu kejadiannya!"
A : (terdiam sejenak dan ekspresi berpikir) "Oh Atmo Karpo! Iya, anaknya Atmo Karpo. (berkata dengan suara keras dan lari keluar panggung)
B+C : "Aneh!"
(Kemudia A masuk dengan menjewer E)
A : "Ini semua gara-gara kamu! Karena kamu  sembarang menaruh  mangkok. Salah tempat menyimpan mangkok, mangkokku jadi ilang. Ini semua salah kamu!"
E : "Iya Bu, tapi kemarin itu…."
A : "Tapi apa, kamu harus tanggung jawab!"
B+C : "Oh dia penyebab kehilangannya?"
A : "Iya!"
B : "Wah harus dihukum tuh."
C : "Betul. Harus bertanggung jawab."
A : "Gara-gara kamu pekerjaanku jadi rugi Mbak E. Kamu ganti rugi sekarang!
E : "Iya Bu, tapi…."
A+B+C : "Gak usah tapi tapian!"
Tiba-tiba datang pedagang lainnya.
F : "Lho ada apa to ini?"
E : "Begini lho. Bu A ini kan kemarin waktu bubaran warung menyuruh saya untuk menyimpan mangkok mie ayam. Udah saya simpan tapi malah ilang."
F : "Wah ya kalau begitu itu kesalahanmu!"
A : "Betul kan itu kesalahan dia?" (sambil menunjuk E)
F : "Iya itu kesalahanmu. Kamu harus dihukum!" (seluruh orang lalu menyalahkan E)
E : "Eh sebentar sebentar. Saya ingat. Memang waktu itu saya yang disuruh menyimpan. Lalu Bu A pergi. Nah sebelum selesai si Fulana ini yang bilang “Sudah biar saya aja nanti yang nyimpen. Kamu istirahat saja”, lalu saya pergi."
A : "O, jadi kamu yang menyimpannya?!"
B : "Berarti sampeyan yang salah Mbak Fu!"
C : "Sok-sok an ya Mbak Fu."
B : Sok baik!"
A : "Saya itu nggak butuh bantuanmu. Gak usah sok nolong! Dasar bersandiwara!"
E : "Sekarang Mbak Fu harus tanggung jawab!"
A : "Ayo ditukar mangkok saya!"
F : "Eh iya ya, baru ingat, tapi saya…."
A : "Apa? Gak punya duit?"
F : "Tidak."
A : "Gak mau ngaku?!"
F : "Bukan!"
A : "Ingin berdalih, ingin berbohong?"
F : "Bagaimana, ya?" (bingung mau bagaimana menjelaskan)
B+C+E : "Sudah bawa saja ke pos Satpam!"
F : "Jangan!"
Tiba-Tiba datang bergerombol 3 orang.
3h : "Ada apa to ini? Ada apa?"
F : "Ini lho Bu A marah-marah. Udah tua padahal"
3h : "Kenapa?"
F : "Jadi ceritanya Bu A kehilangan mangkok, menyuruh saya untuk ganti rugi, menuduh saya yang bersalah. Padahal mangkoknya sudah saya...."

(Belum sempat F selesai bicara, belum sempat orang-orang menanggapi, Yu A mendapat telepon dari anak laki-lakinya)

A      : "Sik sik, aku ditelpon anakku lanang sing ngganteng dewe, iki aku loadspeaker, yo."
(menerima telepon)  "Halo, Cah bagus, piye? Meh numbaske Ibu kalung emas maneh, kan?" (kata Yu A dengan suara keras biar semua orang mendengar)

H      : "Ora Bu, aku arep ngabari Ibu, mau bengi aku nyileh mangkok.e Ibu, warungku kan lagi rame ramene, aku wis pesen mangkok mie ayam anyar, tapi rung tekan, iki nyileh nggone Ibu yo dienggo tambah tambah."

A      : "Jumlahe 33?

H     : "Iyo, 33."

A      : "Halah, njuk ibu nganggo mangkok opo?"

H     : "Ibu rasah bakulan, kan Ibu yo wis tuo, nang ngomah wae."

A      : "Halah, Ibu bosen nek ora bakulan!"

H      : "Yowis yowis sementara wae prei bakulan. Sesok sesok bakulan maneh."

A      : "Hemmm... yowis."
(Yu A segera menutup telpon)

E      : "Tuh kan bukan saya, saya merasa tertuduh tadi, dan merasa rugi nih, ganti rugi dong, Bu A." (berkata sambil meledek)

F     : "Hehehe, saya bukan bermaksud nuduh kamu ya Mbak E, saya hanya tidak mau disalahkan dan dituduh karena saya yang terakhir menyimpan mangkok Bu A, bukan saya kan yang menghilangkan." 

C     : "Makanya jangan asal menuduh tanpa bukti, Yu A, itu namanya pencemaran nama baik, bisa kena pasal. (berkata sambil meledek)

B     : "Iya, betul itu!" (tertawa)

(Semuanya ikut tertawa)

A     : "Emm, saya pulang duluan."
(Yu A berlalu sambil menahan malu)

Semua kembali ke kios masing-masing, kembali berasyik dengan dagangan masing-masing. Ya, begitulah pasar dengan segala keriuhannya. Dimaklumi saja, ya.

Lagu dinyanyikan bersama: 

Dari zaman dulu hingga zaman sekarang
Dari tradisional hingga zaman maju
Kita semua tetap butuh pasar.
Ada pasar baju, ada pasar hewan
Ada pasar sayur, ada pasar motor
Semuanya komplit, lengkap sebab dibutuhkan.

(fa.)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenalan Sama Gaya Hidup Minimalis

Menjadi Penganut Filsafat Stoikisme

Menemukan Kenyamanan Dengan Diri Sendiri, Bukan Berarti Kesepian